Sore itu seperti biasanya Nina menyapu
halaman. Menggunakan sapu lidi dia menggiring daun-daun kering supaya berkumpul
di tengah halaman. Telinganya sengaja disumbat dengan earphone yang tersambung
dengan handphone di sakunya. Dari sana terdengar lagu-lagu favoritnya, dengan
begitu dia dapat menikmati pekerjaan rumahnya yang kadang-kadang dia malas
mengerjakannya.
Nina terlihat manggut-manggut mengikuti beat
musik, dia terlihat menikmatinya. Samar-samar terdengar suaranya ikut
bernyanyi. Tak terasa hampir seluruh daun sudah terkumpul di tengah. Sudah
saatnya dipindahkan ke bak sampah.
“Brukk!!!!!” Sapu dan pengki yang Nina pegang
terjatuh. Pandangannya lurus ke depan, kosong. Matanya berkaca-kaca.
Berjalan seorang pria muda, dengan jaket lusuh di pundaknya. Di sela bibir tampak mengering, terselip sebatang rumput. Jelas menatap awan berarak, wajah murung semakin terlihat. Dengan langkah gontai tak terarah, keringat bercampur debu jalanan.
Suara Iwan Fals mendendangkan Sarjana Muda
merasuk lurus ke telinga Nina. Seakan dipaksa mengaca, dia tertunduk memandangi
daun-daun di kakinya. Air mata mengalir entah di dari mana sumbernya.