Sebenarnya tulisan yang kali ini
udah lama pengen aku buat. Namun entah mengapa virus kemalasan menggelayut di
badan dan pikiran sehingga saat ini harus benar-benar memaksa diri supaya
benar-benar hilang virusnya dan tulisannya benar-benar jadi.
Jujur stelah paragraph pertama di
atas jadi, laptop aku matikan dan aku pulang. Niatnya di rumah akan melanjutkan
namun apa daya godaan kasur bantet yang nggak terlalu empuk itu terlalu
menggiurkan. Akhirnya aku terlelap hingga magrib. Selamat berbuka puasa!!!
Saat ini, sembari menunggui
peserta Penjajakan Ujian Nasional (PUN) aku coba merangkai kata demi kata lagi
guna menyelesaikan misi ini. Kebetulan sekali yang aku tunggui ini adalah anak
SMP. Jadi teringat 9 tahun yang lalu aku ada di posisi mereka. Kelas 3 SMP
(sekarang jadi kelas IX) adalah masa yang penuh perjuangan. tapi, tunggu dulu
bukan ini yang akan aku ceritakan. Meskipun Ujian Nasional (UN) selalu menarik
untuk diperbincangkan dan diperdebatkan.
Cerita yang akan aku selesaikan
hari ini masih ada kaitannya dengan masa-masa SMP. Bukan soal cinta pertama
atau soal melewati masa puber dengan selamat, melainkan tentang seorang guru
TIK. Beliau bernama Pak Pratomo Budhi Wahono biasa di panggil Pak Budhi. Jika
sekarang ini aku begitu lincahnya mengoperasikan computer maupun laptop, salah
satunya adalah berkat jasa beliau. Iya, saat itu computer adalah barang teramat
mewah yang mungkin bagi keluargaku belum tentu bisa terbeli. Namun, rasa
keingintahuanku yang besar tentang teknologi, membuatku selalu bersemangat
untuk mengikuti pelajaran tambahan TIK. Waktu itu belum masuk dalam kurikulum
pembelajaran hanya sebatas les computer yang dilaksanakan sepulang sekolah.
Guru yang mengampu TIK sebenarnya
ada 2. Bentar-bentar aku ingat-ingat dulu namanya…… yang satu Pak Budhi dan
yang satunya lagi adalah Pak Sukito (namanya nggak boleh disingkat katanya).
Tapi khusus kelasku lebih sering ditemani oleh Pak Budhi.
Program yang pertama kali kami
pelajari adalah Ms. Word. Instruksi yang biasanya diberikan adalah seperti ini,
“Anak-anak sekarang tekan tombol power pada monitor, lalu tombol Power yang ada
di CPU” biasanya setelah ini lampu indikator pada CPU akan berkedip biru dan
merah bergantian. Kalau sudah begitu biasanya kami mulai merasa girang dan
takjub (wajar anak desa baru lihat computer). Setelah itu instruksi
dilanjutkan.
“Tunggu dulu jangan diapa-apain,
jangan sentuh apa-apa” peringatan dari Pak Budhi yang seketika membuat kami
hanya terpaku pada monitor yang mulai jelas menampkkan beberapa icon. Proses
scaning otomatis dari smadav selesai, biasanya saat itulah Pak Budhi
melanjutkan instruksinya lagi.
“Setelah tulisan Smadavnya
hilang, pegang mouse, arahkan tanda panah kecil ke tulisan start di pojok kiri
bawah” harap maklum, pada tahap ini kami seperti bayi yang baru belajar jalan
harus dituntun selangkah demi selangkah.
“Kalau sudah…!!!” Pak Budhi
melanjutkan “Klik kiri, setelah itu pilih Ms. Word dan klik kiri sekali lagi”
kami yang memang berasa seperti bayi dan takut melakukan kesalahan hanya
nurut-nurut aja dengan petunjuk beliau. Bahkan kalau harus guling-guling di
lantai agar komputernya nyala mungkin kami akan melakukannya.
Satu persatu layar monitor
menampakkan lembar kertas putih kosong. Biasanya prosesi dari awal menekan
tombol power hingga kertas putih itu Nampak di monitor menghabiskan waktu 30
menit. Huft! Kalau dipikir-pikir perjalanan yang terlalu panjang kalau hanya
sekadar Ms. Word tujuannya. Tapi, kembali lagi, namanya juga anak desa yang
baru belajar mengoperasikan computer 30 menit sudah sebuah prestasi yang
membanggakan. Bisa dibayangin nggak sepulang les, aku bakal bercerita pada Ayah
dan Ibuku. “Ayah…Ibu…. Tadi aku bisa nyalain computer dan buka Ms Word hanya
dalam waktu setengah Jam lho!!!” Ayah dan Ibu Cuma diam, dalam hati mungkin
bertanya Ms. Word itu apa? Biasanya kalau udah begitu mereka hanya berkata
“Hebaaatttt!!!!” dan aku berlari sambil lompat-lompat kegirangan menuju kamar
emninggalkan Ayah dan Ibu yang masih kebingungan apa itu Ms. Word.
Lanjut ya…..
Latihan mengetik adalah latihan
utama kami. Tujuannya supaya terampil mengetik 10 jari. Kenyataannya kami beri
lebih, 11 jari alias hanya mengggunakan jari telunjuk kanan dan jari telunjuk
kiri. Hehehehe. Satu computer biasanya dimanfaatkan oleh dua orang siswa. Ketika
mengetik biasanya kita gantian siapa yang mengetik dan siapa yang mendikte.
Ada satu kejadian yang tidak bisa
aku lupakan hingga sekarang. Berhubungan dengan tombol capslock dan shift. Kamu
pasti tahulah ya, fungsi tombol tersebut? Waktu itu kami harus mengetik persis
sama dengan yang dicontohkan. Dari jenis font, ukurannya termasuk huruf besar
dan kecilnya. Waktu itu aku nanya ke Pak Budhi
“Pak, biar hurufnya besar gimana
Pak?”
“Capslock” jawab beliau singkat
padat dan jelas.
Intruksi kami laksanakan. Ajaib! Hurufnya
menjadi kapital semua. Yey!! Ngetik lagi, dan temanku membacakan. Semua berjalan
begitu menyenangkan. Sampai kemudian Kerajaan Api menyerang dan memporak porandakan
lap computer kami. Hehehe… nggak ding!! Sampai pada kebingungan selanjutnya
datang. Aku dan partnerku, Ningrum (nama sesungguhnya) bingung kenapa hurufnya
gedhe terus. Apa yang harus dipencet, apa yang harus diklik? Kami saling pandang,
tanpa suara kami berbincang. Adegan kaya gini kalau di sinetron pasti ada efek
suara batin yang seolah-olah hanya mereka yang bisa dengar. Kenyataannya seantero
Indonesia tahu.
“Ning!!” panggilku dalam hati “Ini
gimana?”
“Iya!!” Dia menoleh, seolah
mendengar panggilanku “aku juga nggak tahu”
Kami terus berpandangan mata,
tampak serius. Aku menemukan sesuatu, ternyata ada belek di mata kirinya.
Hahahahaha…. Plak!!!! Fokus!!! Ok kembali ke jalan yang benar. Setelah hamper lima
menitan tatap-tatapan mata kami kompak mengangguk dan berteriak memanggil guru
kami.
“PAK BUDHI!!!!”
Teriakan kami yang gegap gempita
hanya dibalas dengan santai. Jauh dari harapan kami.
“Iya?”
“Pak, kok hurufnya kok gedhe
terus?” Ningrum melontarkan pertanyaan lebih dulu.
“Iya, pak cara ngecilin lagi
gimana?” Aku nambahi.
“Tekan shift!!!” lagi. Jawaban yang
singkat padat dan tepat sasaran.
Tekan shift dan mulai mengetik
lagi. Tapi kok tetep gedhe hurufnya?
“Pak, hurufnya masih gedhe” aku
protes “gimana Pak?”
“Shiftnya ditekan terus” jawab
Pak Budhi lagi.
Ok, kami mengikuti petunjuknya. Ngetik
Cuma pake dua jari yang satu buat tombol shift dan yang satunya lagi buat
tombol-tombol yang lain. Huft! Susah. Akhirnya yang tugas ngebacain, dalam hal
ini Ningrum merangkap tugas sebagai penekan Shift permanen. Jadi selama aku
mengetik, dia juga bakal ngebacain sekaligus menekan tombol shift. Kalau pengen
huruf gedhe lagi ya, shiftnya dilepas lalu tekan lagi. Begitu seterusnya sampai
les computer berakhir. Melihat tingkah kami berdua, Pak Budhi hanya tersenyum
sambil geleng-geleng kepala.
Belakangan aku abaru ternyata aku
dikerjain sama Pak Budhi. Betapa bodohnya aku. Masak iya sih untuk mengetik
shift harus di pegangin sama temen? Hahaha, nggak habis pikir kalau metode itu
aku pertahanin sampai dengan sekarang. Ckckckck…. Harusnya kan tinggal matiin
capslocknya aja kan?
Masih pengen ketawa aja kalau
inget kejadian itu. Betapa polosnya diriku. Hingga sekarang aku masih inget
dengan jelas kejadian itu dan menjadi kenangan terindah sekaligus dan terjayus
bersama Pak Budhi.
Dan….
Kemarin, tanggal 2 Februari 2015
beliau Pak Pratomo Budhi Wahono telah berpulang ke Rahmatullah. Innalillahi
wainna illahirajiun. Aku tahu kabar ini dari seorang teman yang memposting di
grup fb alumni SMP. Seketika itu langsung deh teringat kejadian yang udah aku
tulis di atas. Hummmm, memang tidak banyak sih kenanganku bersama beliau. Namun
yang satu itu cukup mengena bagi saya. Bahkan hingga saat ini pun, ketika berhadapan
dengan PC dan melihat tombol shift dan capslock langsung deh ingatanku melayang
ke beliau. Terimakasih Pak, dan selamat jalan.