Calon Penulis dan Penulis

“….nanti pulang dari sini kalo Nikken nulis pasti tulisannya jelek, gue jamin itu. Lalu kapan tulisannya bakal bagus? Kalau dia mau memperbaiki yang kurang bagus, mengedit yang kurang sesuai sehingga menjadi tulisan yang bagus….-RD”

Semangat Berani

"Lebih baik salah dari pada selamanya tidak tahu salah atau benar" -Jomblo

My Inpiration

"Imagine all the wonderful things that will never happen if you do not do them" -Up

Nikken Derek Saputri dan Derek Samtidar

"Akhir sebuah perjalanan merupakan awal dari perjalanan baru" -Wisuda Unnes Periode II tahun 2013

Bersama berbagi tawa canda

"Sahabat adalah keluarga yang kita pilih sendiri"

Senin, 09 Februari 2015

Tombol Shift dan Capslock dari Pak Budhi

Sebenarnya tulisan yang kali ini udah lama pengen aku buat. Namun entah mengapa virus kemalasan menggelayut di badan dan pikiran sehingga saat ini harus benar-benar memaksa diri supaya benar-benar hilang virusnya dan tulisannya benar-benar jadi.

Jujur stelah paragraph pertama di atas jadi, laptop aku matikan dan aku pulang. Niatnya di rumah akan melanjutkan namun apa daya godaan kasur bantet yang nggak terlalu empuk itu terlalu menggiurkan. Akhirnya aku terlelap hingga magrib. Selamat berbuka puasa!!!

Saat ini, sembari menunggui peserta Penjajakan Ujian Nasional (PUN) aku coba merangkai kata demi kata lagi guna menyelesaikan misi ini. Kebetulan sekali yang aku tunggui ini adalah anak SMP. Jadi teringat 9 tahun yang lalu aku ada di posisi mereka. Kelas 3 SMP (sekarang jadi kelas IX) adalah masa yang penuh perjuangan. tapi, tunggu dulu bukan ini yang akan aku ceritakan. Meskipun Ujian Nasional (UN) selalu menarik untuk diperbincangkan dan diperdebatkan.

Cerita yang akan aku selesaikan hari ini masih ada kaitannya dengan masa-masa SMP. Bukan soal cinta pertama atau soal melewati masa puber dengan selamat, melainkan tentang seorang guru TIK. Beliau bernama Pak Pratomo Budhi Wahono biasa di panggil Pak Budhi. Jika sekarang ini aku begitu lincahnya mengoperasikan computer maupun laptop, salah satunya adalah berkat jasa beliau. Iya, saat itu computer adalah barang teramat mewah yang mungkin bagi keluargaku belum tentu bisa terbeli. Namun, rasa keingintahuanku yang besar tentang teknologi, membuatku selalu bersemangat untuk mengikuti pelajaran tambahan TIK. Waktu itu belum masuk dalam kurikulum pembelajaran hanya sebatas les computer yang dilaksanakan sepulang sekolah.

Guru yang mengampu TIK sebenarnya ada 2. Bentar-bentar aku ingat-ingat dulu namanya…… yang satu Pak Budhi dan yang satunya lagi adalah Pak Sukito (namanya nggak boleh disingkat katanya). Tapi khusus kelasku lebih sering ditemani oleh Pak Budhi.

Program yang pertama kali kami pelajari adalah Ms. Word. Instruksi yang biasanya diberikan adalah seperti ini, “Anak-anak sekarang tekan tombol power pada monitor, lalu tombol Power yang ada di CPU” biasanya setelah ini lampu indikator pada CPU akan berkedip biru dan merah bergantian. Kalau sudah begitu biasanya kami mulai merasa girang dan takjub (wajar anak desa baru lihat computer). Setelah itu instruksi dilanjutkan.
“Tunggu dulu jangan diapa-apain, jangan sentuh apa-apa” peringatan dari Pak Budhi yang seketika membuat kami hanya terpaku pada monitor yang mulai jelas menampkkan beberapa icon. Proses scaning otomatis dari smadav selesai, biasanya saat itulah Pak Budhi melanjutkan instruksinya lagi.
“Setelah tulisan Smadavnya hilang, pegang mouse, arahkan tanda panah kecil ke tulisan start di pojok kiri bawah” harap maklum, pada tahap ini kami seperti bayi yang baru belajar jalan harus dituntun selangkah demi selangkah.
“Kalau sudah…!!!” Pak Budhi melanjutkan “Klik kiri, setelah itu pilih Ms. Word dan klik kiri sekali lagi” kami yang memang berasa seperti bayi dan takut melakukan kesalahan hanya nurut-nurut aja dengan petunjuk beliau. Bahkan kalau harus guling-guling di lantai agar komputernya nyala mungkin kami akan melakukannya.

Satu persatu layar monitor menampakkan lembar kertas putih kosong. Biasanya prosesi dari awal menekan tombol power hingga kertas putih itu Nampak di monitor menghabiskan waktu 30 menit. Huft! Kalau dipikir-pikir perjalanan yang terlalu panjang kalau hanya sekadar Ms. Word tujuannya. Tapi, kembali lagi, namanya juga anak desa yang baru belajar mengoperasikan computer 30 menit sudah sebuah prestasi yang membanggakan. Bisa dibayangin nggak sepulang les, aku bakal bercerita pada Ayah dan Ibuku. “Ayah…Ibu…. Tadi aku bisa nyalain computer dan buka Ms Word hanya dalam waktu setengah Jam lho!!!” Ayah dan Ibu Cuma diam, dalam hati mungkin bertanya Ms. Word itu apa? Biasanya kalau udah begitu mereka hanya berkata “Hebaaatttt!!!!” dan aku berlari sambil lompat-lompat kegirangan menuju kamar emninggalkan Ayah dan Ibu yang masih kebingungan apa itu Ms. Word.

Lanjut ya…..
Latihan mengetik adalah latihan utama kami. Tujuannya supaya terampil mengetik 10 jari. Kenyataannya kami beri lebih, 11 jari alias hanya mengggunakan jari telunjuk kanan dan jari telunjuk kiri. Hehehehe. Satu computer biasanya dimanfaatkan oleh dua orang siswa. Ketika mengetik biasanya kita gantian siapa yang mengetik dan siapa yang mendikte.

Ada satu kejadian yang tidak bisa aku lupakan hingga sekarang. Berhubungan dengan tombol capslock dan shift. Kamu pasti tahulah ya, fungsi tombol tersebut? Waktu itu kami harus mengetik persis sama dengan yang dicontohkan. Dari jenis font, ukurannya termasuk huruf besar dan kecilnya. Waktu itu aku nanya ke Pak Budhi
“Pak, biar hurufnya besar gimana Pak?”
“Capslock” jawab beliau singkat padat dan jelas.

Intruksi kami laksanakan. Ajaib! Hurufnya menjadi kapital semua. Yey!! Ngetik lagi, dan temanku membacakan. Semua berjalan begitu menyenangkan. Sampai kemudian Kerajaan Api menyerang dan memporak porandakan lap computer kami. Hehehe… nggak ding!! Sampai pada kebingungan selanjutnya datang. Aku dan partnerku, Ningrum (nama sesungguhnya) bingung kenapa hurufnya gedhe terus. Apa yang harus dipencet, apa yang harus diklik? Kami saling pandang, tanpa suara kami berbincang. Adegan kaya gini kalau di sinetron pasti ada efek suara batin yang seolah-olah hanya mereka yang bisa dengar. Kenyataannya seantero Indonesia tahu.
“Ning!!” panggilku dalam hati “Ini gimana?”
“Iya!!” Dia menoleh, seolah mendengar panggilanku “aku juga nggak tahu”
Kami terus berpandangan mata, tampak serius. Aku menemukan sesuatu, ternyata ada belek di mata kirinya. Hahahahaha…. Plak!!!! Fokus!!! Ok kembali ke jalan yang benar. Setelah hamper lima menitan tatap-tatapan mata kami kompak mengangguk dan berteriak memanggil guru kami.
“PAK BUDHI!!!!”
Teriakan kami yang gegap gempita hanya dibalas dengan santai. Jauh dari harapan kami.
“Iya?”
“Pak, kok hurufnya kok gedhe terus?” Ningrum melontarkan pertanyaan lebih dulu.
“Iya, pak cara ngecilin lagi gimana?” Aku nambahi.
“Tekan shift!!!” lagi. Jawaban yang singkat padat dan tepat sasaran.
 Tekan shift dan mulai mengetik lagi. Tapi kok tetep gedhe hurufnya?
“Pak, hurufnya masih gedhe” aku protes “gimana Pak?”
“Shiftnya ditekan terus” jawab Pak Budhi lagi.

Ok, kami mengikuti petunjuknya. Ngetik Cuma pake dua jari yang satu buat tombol shift dan yang satunya lagi buat tombol-tombol yang lain. Huft! Susah. Akhirnya yang tugas ngebacain, dalam hal ini Ningrum merangkap tugas sebagai penekan Shift permanen. Jadi selama aku mengetik, dia juga bakal ngebacain sekaligus menekan tombol shift. Kalau pengen huruf gedhe lagi ya, shiftnya dilepas lalu tekan lagi. Begitu seterusnya sampai les computer berakhir. Melihat tingkah kami berdua, Pak Budhi hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
Belakangan aku abaru ternyata aku dikerjain sama Pak Budhi. Betapa bodohnya aku. Masak iya sih untuk mengetik shift harus di pegangin sama temen? Hahaha, nggak habis pikir kalau metode itu aku pertahanin sampai dengan sekarang. Ckckckck…. Harusnya kan tinggal matiin capslocknya aja kan?
Masih pengen ketawa aja kalau inget kejadian itu. Betapa polosnya diriku. Hingga sekarang aku masih inget dengan jelas kejadian itu dan menjadi kenangan terindah sekaligus dan terjayus bersama Pak Budhi.
In Memoriam
Dan….
Kemarin, tanggal 2 Februari 2015 beliau Pak Pratomo Budhi Wahono telah berpulang ke Rahmatullah. Innalillahi wainna illahirajiun. Aku tahu kabar ini dari seorang teman yang memposting di grup fb alumni SMP. Seketika itu langsung deh teringat kejadian yang udah aku tulis di atas. Hummmm, memang tidak banyak sih kenanganku bersama beliau. Namun yang satu itu cukup mengena bagi saya. Bahkan hingga saat ini pun, ketika berhadapan dengan PC dan melihat tombol shift dan capslock langsung deh ingatanku melayang ke beliau. Terimakasih Pak, dan selamat jalan.

Minggu, 08 Februari 2015

Keributan yang Sama di Tahun Depan

Sekali lagi hari ini aku membuktikan betapa luar biasanya Raditya Dika. Seorang penulis cerdas berwajah rupawan yang kalau ngeliat pasti bawaannya pengen makan aja. Hehehehe, Rupawan (rupa-rupa bakwan) lhoh!!

Radit dan Adik-adiknya
Seperti yang kamu tahu kan, Bang Radit mempunyai fans militant yang jumlahnya berjuta-juta. Ini terlihat dari jumlah followers Twitternya yang hingga saat ini mencapai 9.37 M. Ya…. Meskipun masih di bawah Agnes Monica sih, beda 1 jutaan gitu. Tapi menurutku lebih luar biasa Bang Radit, kenapa? "Karena" kata Bang Radit "8.5 juta followersnya adalah saudara sendiri dan sisanya adalah saudara dari saudaranya itu". Waow!!! Keluarganya banyak banget, nggak kebayang kalau mereka pengen bikin pohon keluarga pasti butuh dinding selebar lapangan sepak bola. Ckckckck….

Kemudian,
Ini masih berhubungan dengan Twitternya. Setiap Bang Radit ngetwit, apapun itu dalam sekejap yang nge-retwit beribu-ribu orang. Padahal twit-twitnya juga biasa aja, tapi entah mengapa memiliki kekuatan retwit yang sangat luar biasa. Aku curiga, jangan-jangan Bang Radit udah ngasih mantra-mantra tertentu sehingga semua twitnya mengandung daya magis yang menarik semua followersnya untuk meng-retwit. Atau memang semua followersnya pengangguran jadi ya kerjaannya meng-retwit doang.
Lihat jumlah followers nya :D
Lagi,
Bukunya yang terbaru tau dong. Koala Kumal. Terbit 17 Januari 2015. Aku udah punya lho :D tapi belum ditandatangani hiks…hiks….hiks… meskipun terbit di tanggal itu, tapi jauh-jauh hari sudah bisa dibeli dengan cara preorder. Kamu pasti udah tau lah, itu lho yang dapat bonus kaos Koala Kumal dan bertanda tangan. Sekali lagi yang ini aku nggak kebagian. Awalnya jumlah buku dan kaos yang disiapkan untuk preorder itu ada 1200 buah (kalo nggak salah inget yeee) lalu ditambah lagi menjadi 2200 buah (sekali lagi kalo nggak salah inget ya). Pembukaan preorder dimulai dari pukul 00.00 WIB,nah kebetulan aku baru bisa buka web site-nya itu jam 5 pagi. Kamu tahu apa yang terjadi? Semuanya sudah habis. Huft!!! Padahal supaya tercatat sebagai pembeli preorder bukan berdasarkan pesanan, melainkan pelunasan. Siapa cepat dia dapat. Yang transfernya cepet ya dia dapet, yang nggak bisa transfer ya harus sabar sampai bukunya terbit tahun depan. Dan aku adalah salah satunya yang harus nunggu.
Preorder yang bikin ATM rame tengah malem
Kali ini,
Masih ada hubungannya dengan Koala Kumal. Hari ini 8 Februari 2015 adalah jadwal acara book signing Raditya Dika di Gramedia Pandanaran Semarang. Aku udah nunggu banget nih acara. Berharap bisa ditandatangani bukunya dan bisa foto bareng. Pas preorder kemarinkan udah nggak kebagian, jadi kesempatan satu ini nggak boleh terlewatkan. 

Bersama sahabatku sebut saja Yenni, nama sebenarnya aku mendatangi Gramedia Pandanaran. Karena suatu hal kami baru sampai di TKP jam 15.30. Pikirku masih sempet lah ya, wong acaranya sampai jam 5 sore kok. Berbeda dari biasanya toko buku itu ramai luar biasa. Pasti ini kerjaannya Radit nih. Parkiran penuh, petugas parkir kebingungan nyariin space yang masih kosong sedangkan pengunjung udah mau cepet-cepet naroh motornya terus lari ke dalem nubruk-nubruk orang kalo perlu biar langsung bisa ketemu sama Raditya Dika. Hahaha, itu yang ada dalam pikiranku, lagian yang antre kebanyakan abg-abg labil kurang gizi gitu jadi nggak susah lah kalo nubruk badan mereka yang kurus. Sama-sama kurus saling tubruk boleh lah boleh lah. 
dari kiri ke kanan Nikken (nama sebenarnya) dan Yenni (nama sebenarnya juga)
Baru aja bersiap nubruk satu kerumunan, ehhh udah dihadang sama seorang satpam keturunan Arab yang hidungnya mancung. Badannya tinggi, gedhe, mancung pula. Pengen aku tubruk juga sih biar ngasih jalan, tapi mengingat badannya jauh lebih berdaging daripada aku yang hanya tulang belulang dengan sedikit gumpalan lemak di pipi, kayaknya lebih aman satu langkah ke belakang dan tersenyum basa-basi menyelamatkan diri. Seolah udah tahu maksudku Bapak Satpam langsung bilang “Antrenya mulai sebelah sana mbak” sambil nunjuk ke deretan antran yang tak berujung.

Antrean ini bagai tak berujung muter-muter menelusuri deretan orang-orang kok nggak nemu-nemu buntutnya. Sampai pada akhirnya aku temukan barisan terakhir ada di tangga. Barisan yang luar biasa, mengular dari belakang hingga seisi toko di lantai satu. Baru berniat ikut mengantre, tapi ada satu orang yang aku nggak tau namanya tapi berasa sudah pernah lihat saat talkshow Radit di Undip Desember tahun kemarin. Kayaknya sih menejernya, atau siapalah nggak tahu. Orang itu ngomong ke orang-orang yang mau ngantre gini “Udah ya mas, mbak, ini antrean terakhir mohon maaf banget ini udah kebanyakan kasihan Raditya…bla…bla…bla….” Terusannya aku nggak tahu soalnya udah keburu ilfill nggak boleh ngantre. 

Ngantre udah nggak bisa, mau pake jurus nubruk-nubruk membabi buta juga nggak mungkin satpamnya serem sih. Jadi satu-satunya hal yang aku bisa adalah ngefotoin Radit dari pinggiran. Huft!!! Berjalan gontai aku ke belakang lagi. Berjubal dengan abg-abg lain aku berusaha mengambil gambar. Kecil banget hasilnya, wong Cuma pake kamera hp itupun aku pake hp temenku yang lebih bagus kualitas kameranya. 
Bang Radit keliatan kecil banget :P
Di saat itulah, si Yenni sahabat yang setia nganter aku ngubeg-ngubeg Gramedia sore itu berkata “Tenang Nikken” dia mengepalkan tangan dan menatapku tajam “suatu hari nanti kamu yang akan dikerumuni orang seperti itu”
“Emang kalau aku jadi penulis bakal kaya gini juga, Yen?”
“Pasti!!!” mukanya yakin banget “dan aku adalah orang pertama yang akan ngantre”
Yenni tersenyum. Aku tersenyum. Kami berdua tersenyum dan akhirnya kami jadian. Bukkaaaaaaannn!!! Kami hanya berangkulan dan berjalan menjauh dari kerumunan. Hahaha, tahun depan langsung setenar itu? Mungkin nggak sih? Radit aja perjalanannya bertahun-tahun hingga seperti ini. Nah, bisa-bisanya aku nargetin tahun depan?

Tapi, bukankah nggak ada yang nggak mungkin ketika kita mau berusaha. Iya kan? Ayo Nikken semangat!!! Selesaikan tulisanmu, ajukan ke penerbit, dan penuhi janji ini setahun yang akan datang. 

Bikin keributan yang sama seperti keributan yang Raditya Dika bikin hari ini!!!